BAB I
PENDAHULUAN
Orang bilang, fantasi itu tiada batasnya, ada yang
mengatakan bahwa fantasi disuatu titik akan menjadi “cetakan pikiran” yang pada
perkembangannya akan diklaim sebagai peradaban manusia. Namun suatu hal yang
perlu diketahui fantasi tidak dapat dibenarkan, karena sesungguhnya fantasi itu
perlu kebenaran.
Berpikir
itu nampaknya mudah saja, mulai dari yang kecil, semua orang telah bias
melakukannya.Akan tetapi bila diselidiki lebih lanjut, dan terutama bila
dipraktekkan, maka ternyata mengandung banyak kesulitan. Orang dapat dengan
mudah tersesat terutama tentang hal yang sulit dan berbelit-belit, sering sukar
menentukan dimana letak kebenarannya.
Untuk
mencari kebenaran dan menghindari kesesatan dan kesalahan dalam usaha untuk
mencapai kebenaran, maka disusunlah logika, yaitu sebagai pegangan untuk
pikiran kita dalam perjalanannya mencari kenyataan. Maka tugas logika adalah
menyelidiki dan menetapkan aturan-aturan atau hokum-hukum itu untuk selalu
dapat mentaati dengan sebaik-baiknya dan dengan demikian mencapai kebenaran
dalam mempelajari filsafat ilmu.
Dalam
makalah ini yang akan dibahas pada bab berikutnya, yaitu beberapa hal tentang
logika.
BAB
II
PEMBAHASAN
LOGIKA
A.
Pengertian
Logika
Apabila kita berbicara mengenai logika, maka kita akan
mencari pengertian dari asal katanya. Secara harfiah, apabila ditinjau dari
asal katanya, Logika berasal dari kata Yunani kuno “logos”
yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Dalam bahasa Arab dikenal dengan kata ‘Mantiq’ yang
artinya berucap atau berkata.
Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir
secara lurus, tepat, dan teratur. Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan
dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran)
dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi
ketepatannya. Pada tataran disipli filsafa, logika diartikan sebagai suatu
studi tentang metode dan prinsif untuk membedakan penalaran yang tepat dan
penalaran yang tidak tepat.
Terdapat
beberapa batasan pengertian tentang logika dari beberapa ahli. Menurut Alex
Lanur, Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus
(tepat). Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang
tertentu. Kumpulan ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta
memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti ini
terjadi dengan menunjukkan sebab musabanya.
Batasan pengertian yang diberikan oleh Alex
Lanur, secara singkat diungkapkan oleh Muhammad Zainuddin, bahwa Logika
merupakan suatu Ilmu tentang dasar
dan metode untuk berfikir secara
benar. Menurut Mundiri Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul
dari penalaran yang salah. Sedangkan Poespoprojo menuliskannya sebagai ilmu dan
kecakapan menalar, berpikir dengan tepat ( the science and art of correct
thinking ).
Ketiga pendapat mengenai
batasan logika itu pada hakekatnya saling melengkapi. Menurut Muhammad
Zainuddin, bahwa Logika merupakan suatu
Ilmu tentang dasar dan metode untuk berfikir secara benar (garis bawah dari penulis).
Penekanan batasan logika pada berfikir
secara benar. Berfikir secara “benar” selanjutnya dijelaskan oleh
Mundiri bahwa Logika sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dari penalaran yang salah. (garis bawah dari penulis). Kriteria
benar, penalaran yang betul atau salah, pada dasarnya merupakan suatu
penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini disampaikan oleh Alex
Lanur. Untuk jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Dalam
sumber lain didapatkan logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid,
dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir
sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar
daripada satu.
Tidak hanya de facto,menurut
kenyataannya kita sering berpikir, secara de jure. Berpikir tidak dapat
dijalankan semau-maunya. Realitas begitu banyak jenis dan macamnya, maka
berpikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang seuai. Pikiran diikat oleh
hakikat dan struktur tertentu, kendati hingga kini belum seluruhnya terungkap.
Pikiran kita tunduk kepada hukum-hukum tertentu.
1. Aturan
Cara Berpikir Yang Benar
Untuk berpikir baik,
yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi
tertentu:
a.
Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk
berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk
mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya; menggerakkan si pemikir
untuk senantriasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang
benar.
Misalnya, menyederhanakan kenyataan,
menyempitkan cakrawala/perspektif, berpikir terkotak-kotak, memutlakan titik
berdiri atau suatu profil, dan sebagainya.
b.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang
sedang anda kerjakan
Kegiatan yang sedang
dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah
suatu usaha terus-menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya
pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya.
c.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang
sedang anda katakan
Pikiran diungkapkan kedalam
kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap kedalam kecermatan kata-kata. Karenanya
kecermatan ungkapan pikiran kedalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh
ditawar lagi.
d.
Buatlah distingsi (pembeda) dan
pe\mbagian(klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua
hal yang tidak memiliki bentuk yang sama , hal itu jelas berbeda .tetapi banyak
kejadian di mana dua hal atau lebih menpunyai bentuk sama,namun tidak identik.
Disinilah perlunya membuat distingsi ,suatu perbedaan.
e. Cintailah
difinisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan
sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang di ungkapkan atau yang
dimaksud. Karenanya jangan segan membuat definisi. Difinisi harus diburu hingga
tertangkap .Definisi adalah pembatasan yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
f. Ketahuilah
dengan sadar mengapa anda menyimpulkan begini atau begitu
Ketahuilah mengapa anda berkata
begini atau begitu. Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi –
asumsi.imflikasi-imflikasi,dan dan konsekkuensi-konsekuensi dari suatu
penuturan. Pernyatan atau kesimpulan yang dibuat.
g. Hindarilah
kesalahan kesalahan dengan segala usaha dan tenaga,serta sangguplah mengenali
jenis,macam dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan
pemikiran(penalaran).
2. Klasifikasi
Sebuah
konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan objek
tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan, seperti “lebih panas”
atau “lebih dingin”, mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut dalam norma
yang mencakup pengertian lebih atau kurang, dibandingkan dengan objek lain.
3. Aturan
definisi
Definisi
secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang
dikehendaki seseorang untuk memindahkannya kepada orang lain. Dengan kata lain,
menjelaskan materi yang memungkinkan cendekiawan untuk membahas tentang
hakikatnya.
Definisi mempunyai
peranan penting dalam pembahasan yang berkaitan dengasn penjelasan tashawwurat
dan pembatasan makna lafadz mufradah, dan di segi lain terkait dengan
pembahasan tashdiqat dan lafadz murakkaba.
Sedangkan pengertian
definisi secara terminologi adalah sesuatu yang menguraikan makna lafadz
kulli yang menjelaskan karakteristik khusu pada diri individu. Penulis
memberi pengertian definisi sebagai pengurai makna lafadz kulli karena lafadz
juz’i tidak mempunyai pengertian terminologi dengan adanya perubahan
karakteristik yang konsisten menyertainya.
B.
Tempat
dan kedudukan Logika
Keterkaitan
logika tidak bias dilepas dari filsafat. Karena logika merupakan cabang dari ilmu filsafat, seperti bangunan,
filsafat juga terdidri dari ruangan-ruangan. Diantara ruangan tersebut,
terdapat tiga ruangan pokok suatu bangun filsafat, yaitu ruang pengetahuan,
ruang nilai dan ruang ada. Pengetahuan memiliki sekat-sekat tersendiri yang
setiap ruang yang disekat terdiri atas epistemology, filsafat ilmu, metodologi
dan logika.
Terkadang filsafat diidentikkan
dengan logika, saling pengandaian antara logika dengan filsafat dapat dilihat
pada skema kedudukan logika dalam keterangan ilmu induknya, Sbb:
Filsafat
|
Estetika
|
Kosmologi
|
Ontologi
|
Metafisika
|
Logika
|
Theodice
|
Etika
|
Aksiologi
|
C.
Obyek
logika
Logika merupakan sebuah
ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses
penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari
segi ketepatannya. Logika bersifat a
priori. Kebenaran logika tidak dapat
ditemukan dan diuji secara empiris tetapi kebenaran diuji secara akal. Obyek
Logika menurut Muhammad Zainuddin, terdiri dari :
- Obyek materiil : penalaran / cara berpikir
- Obyek formal : hukum, prinsip, asas,
- Produk : produk berfikir ( konsep, proposisi yang diekspresikan dalam bentuk ungkapan lisan / tulisan / isyarat)
Obyek materiil atau
material logika adalah penalaran / cara
berpikir. Menurut Alex Lanur, yang dimaksudkan dengan
berpikir disini ialah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir
manusia ‘mengolah’, ‘mengerjakan’ pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan
‘mengolah’ dan ‘mengerjakannya’ ini terjadi dengan mempertimbangkan,
menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian lainnya.
Menurut Poedjawijatna, obyek formal logika ialah mencari
jawaban : bagaimana manusia dapat berpikir dengan semestinya. Mencari
jawaban atas sesuatu pada dasarnya merupakan suatu proses. Berpikir pada
dasarnya merupakan suatu proses dari adanya suatu input melalui proses akan
melahirkan output. Selanjutnya oleh Alex Lanur dikatakan bahwa dalam logika berpikir
dipandang dari sudut kelurusan, ketepatannya. Karena itu berpikir lurus, tepat,
merupakan obyek formal logika. Kapan suatu pemikiran disebut lurus? Suatu
pemikiran disebut lurus, tepat, apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-hukum
serta aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam logikal. Kalau
peraturan-peraturan itu ditepati, dapatlah pelbagai kesalahan atau kesesatan
dihindarkan. Dengan demikian kebenaran juga dapat diperoleh dengan lebih mudah
dan lebih aman. Semua ini menunjukkan bahwa logika merupakan suatu pegangan
atau pedoman untuk pemikiran.
Mundiri menjelaskan bahwa pikiran merupakan
perkataan dan logika merupakan patokan, hukum atau rumus berpikir. Logika
bertujuan untuk menilai dan menyaring pemikiran dengan cara serius dan terpelajar
serta mendapatkan kebenaran terlepas dari segala kepentingan dan keinginan
seseorang. Poespoprojo menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
aktivitas berpikir yang menyelidiki pengetahuan yang berasal dari
pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman sesitivo-rasional, fakta,
objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami. Logika
bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu
penalaran/pemikiran/penyimpulan tentang suatu hal.
Selanjutnya obyek formal
logika adalah hukum, prinsip dan asas. Pada pokoknya asas logika ada tiga yaitu
asas identitas, asas pengingkaran dan asas menolak kemungkinan ketiga. Dalam
perkembangannya ketiga asas ini mengalami perkembangan. Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan dalam Bab Tiga tentang asas pemikiran. Di dalam kajian hukum,
asas hukum harus diperhatikan dalam setiap pembentukan dan penerapan hukum.
Selanjutnya produk
berfikir dapat berupa konsep, proposisi yang diekspresikan dalam bentuk
ungkapan lisan / tulisan / isyarat. Di bidang hukum produk dari logika hukum
adalah legal concept apabila berupa konsep. Selain itu ketentuan Pasal dalam
peraturan perundang-undangan atau Vonis hakim dalam perkara yang sedang
dihadapi. Dari uraian di atas dapat diguat suatu gambaran tentang obyek logika
dalam skema berikut
D.
Dasar-Dasar
Logika
Konsep bentuk
logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan sebuah
argument ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini
logika menjadi alat untuk menganalisis argument, yakni hubungan antara
kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (permis).
Dasar penalaran dalam
logika ada dua, yakni deduktif dan
induktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat
umum. Sedangkan logika deduktif, yang membantu kita dalam menarik kesimpulan
dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).
Induksi merupakan cara berpikir dimana
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari dari berbagai kasus yang
bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
minsalnya
;
kambing
mempunyai mata, gajah mempunyai mata, deemikian juga dengan singa, kucing dan
berbagai binatang laiinya. Dari kenyataan-kenyataan ini kita dapat menarik
kesimpulan bahwa semua binatang mempunyai mata.
Penalaran
deduktif
adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya penalaran induktif . penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berfikir yang dinamakan
silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan,
minsalnya :
- semua mahluk mempunyai mata ( premis 1 )
- si pulan adalah seorang mahluk ( premis 2 )
- jadi si pulan mempunyai mata ( premis 3 )
Kesimpulan
yang diambil bahwa si pulan mempunyai mata adalah sah, sebab kesimpulan ditarik
secara logis dari kedua premis yang mendukung, ketetapan penarikan kesimpulan
tergantung dari 3 hal yaitu, kebenaran premis mayor, dan premis minor serta
keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu unsur tersebut
persyaratan tidak memenuhi maka kesimpulan yang ditarik akan salah maka logika
induktif tidak ada.
E.
Kegunaan
Logika
Manfaat
mempelajari logika :
1. Studi
logika mendidik kita berpikir jernih dan kritis
2. Logika
memungkinkan kita melaksanakan disiplin intelektual yang diperlukan dalam
menyimpulkan atau menarik kesimpulan
3. Logika
membantu kita menginterpretasikan fakta dan pendapat orang lain secara memadai
4. Logika
melatih kita tentang teknik – teknik menetapkan asumsi dan implikasi
5. Logika
membantu kita mendeteksi penalaran – penalaran yang keliru dan tidak jelas
6. Logika
memancing pemikiran – pemikiran ilmiah dan reflektif
F.
Macam
Logika
1. Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia
yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan
logika alamiah manusia ada sejak lahir.
2. Logika ilmiah
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.
Logika
ilmiah menjadi
ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja
dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah
dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
hasil pembahasan yang di atas dan berdasarkan dari berbagai macam nara sumber
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa logika adalah merupakan peran akal yang
membatasi atau mendefinisikan setiap sesuatu hal, lalu merangkainya dan
terakhir membuatnya menjadi suatu keputusan yang benar, valid dan masuk akal.
Logika
ada dua (2) macam
1
. logika deduktip
Logika yang membicarakan cara – cara
untuk menyampaikan kesimpulan lebih dahulu diajukan pernyataanernyataan
mengenai semua atau sejumlah ini diantara satu kelompok barang .
2
. logika Induktif
Logika yang membantu kita dalam
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat
individualis ( khusus ) dan
Terdapat
dua penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif
- Penalaran deduktif adalah silogisme adalah suatu argumentasi yang terdiri dari dua buah premis dan dari premis itu ditarik kesimpulan.
2. Penalaran induktif
Minsalnya: saya pasti akan mati sebab semua manusia harus
mati.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Bakhtiar, Amsal. 2005. Filsafat
Ilmu. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
2.
Suriasumantri, Jujun S. 1988. Filsafat
Ilmu. Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
3.
Tim dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 1996. Filsafat
Ilmu.
Yogyakarta: Liberty.
5.
Makalah Peran Logika:
http://www.sarjanaku.com/2010/01/bab-i.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar